SEJARAH PURWAKARTA
Kabupaten Purwakarta, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia terletak ±80 km sebelah timur Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya.Luas
wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekira 2,81% dari
luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa (Proyeksi
jumlah penduduk tahun 2009)
dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,28% per-tahun.
Jumlah penduduk laki-laki adalah 420.380 jiwa, sedangkan jumlah penduduk
perempuan adalah 425.129 jiwa.
Kabupaten Purwakarta memiliki motto Wibawa Karta Raharja.
"Wibawa" berarti berwibawa atau penuh kehormatan, "Karta" berarti ramai
atau hidup, dan "Raharja' berarti keadaan sejahtera atau makmur.
Sehingga “Wibawa Karta Raharja” dapat diartikan sebagai daerah yang
terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.
Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan
pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17, Sultan Mataram mengirimkan pasukan
tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu
tujuannya adalah untuk menundukkan kekuasaan Sultan Banten. Tetapi dalam
perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan
diri.
Setelah kejadian itu, dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan
Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur, lagi-lagi mengalami nasib yang
sama pula. Hal ini disebabkan pasukan Dipati Ukur berangkat tanpa
menunggu datangnya bantuan dari Mataram.
Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan
Mataram mengutus Panembahan Galuh (Ciamis) yang bernama R.A.A. Wirasuta
dengan gelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk
menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Juga mendirikan
benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi, dan Kuta
Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut, Adipati Kertabumi III
kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri
berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda :
“Karawaan”).
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi
III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada
Tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan
Singaperbangsa atau Eyang Manggung. Ibu kota atau pusat pemerintahan
Karawang saat itu di Udug-udug.
Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta, putera Panembahan
Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan
1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah
kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara.
Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811-1816 sebagai
akibat dari peralihan penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan
Belanda kepada Pemerintahan Inggris.
Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari
Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan
dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van Der Capellen. Dengan
demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820,
meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur sungai
Citarum/Cibeet dan sebelah Barat sungai Cipunagara. Dalam hal ini,
kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu
itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang
dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar
Dalem Santri yang kemudian memilih ibukota kabupaten di Wanayasa.
Pada tahun 1830, yakni masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata,
yang terkenal dengan sebuatan Dalem Sholawat, ibukota Purwakarta
dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan
besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial Nomor 2 tanggal 20 Juli
1831.
Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk
pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Karesidenan, Pendopo, Mesjid
Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah
Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan
bupati berikutnya.
Sampai tahun 1949, Purwakarta berstatus sebagai ibukota Karawang.
Namun, berdasarkan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12,
tertanggal
29 Januari 1949 dengan, Kabupaten Karawang dipecah dua bagian, yakni
Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang dan Karawang Bagian
Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Berdasarkan
Undang-undang nomor 14 tahun 1950, selanjutnya diatur penetapan
Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi
Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri Pasundan diubah
dan ditetapkan bahwa Kabuapten Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan,
yaitu Purwakarta, Plered, Wanayasa, dan Campaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar